Sistem Pemungutan Pajak Yang Berlaku Di Indonesia
Jumat, 12 Juni 2020
Edit
Sistem Pemungutan Pajak Yang Berlaku Di Indonesia |
Sistem Pemungutan Pajak Yang Berlaku Di Indonesia
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan yang vital bagi sebuah negara. Kali ini, Anda akan belajar mengetahui tentang sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia. Sistem pajak ini sendiri yang akan digunakan sebagai mekanisme menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada negara.
Sekadar informasi, sistem pemungutan pajak kerap berbeda-beda pada setiap negara. Sedangkan di Indonesia, sistem pemungutan pajak terdiri dari 3, yang biasa digunakan oleh dirjen perpajakan.
Ada Tiga Macam Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
Saat ini terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia. Sistem inilah yang biasa digunakan negara kepada wajib pajak, untuk menentukan besaran pajak mereka.
1. Self Assessment System
Self Assessment System adalah sistem penentuan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri.
Ini bisa berarti, wajib pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.
Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system biasanya diterapkan pada jenis pajak pusat. Misalnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.
Sistem pemungutan pajak ini memiliki kekuarangan, yaitu karena wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan berusaha untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin dengan membuat laporan palsu atas pelaporan kekayaan.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment System:
- Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu secara mandiri.
- Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
- Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak telat lapor, telat bayar pajak, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.
2. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib pajak.
Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan nilai pajak terutang akan diketahui setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh aparat perpajakan. Sistem pengmabilan pajak ini biasanya diterapkan dalam pelunasan pajak daerah seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Dalam pembayaran PBB, kantor pajak merupakan pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.
Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment System:
- Besarnya pajak yang dikenakan dihitung oleh petugas pajak.
- Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
- Besaran pajak terutang akan dketahui setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
- Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib dibayarkan.
3. Withholding System
Yang terakhir adalah sistem pemungutan pajak withholding system, yang mana besarnya pajak biasanya dihitung oleh pihak ketiga. Bukan mereka wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi atau perusahaan terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke kantor pajak untuk membayarkan pajak tersebut.
Jenis pajak yang biasanya menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Bukti potong atau bukti pungut biasanya digunakan sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem ini.
Untuk beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari wajib pajak yang bersangkutan.
Bingung menghitung pajak untuk perusahaan Anda? Tidak perlu khawatir, kami hadir di sini untuk Anda. Kami menyediakan tenaga ahli untuk melakukan manajemen keuangan, akunting dan perpajakan. Anda bisa menghubungi kami di FR Consultant Indonesia.
FR Consultant Indonesia, Solusi Pembuatan Laporan Keuangan dan Laporan Pajak Perusahaan dan Pribadi Hubungi 0813-8228-9991.
FR Consultant Indonesia, Solusi Pembuatan Laporan Keuangan dan Laporan Pajak Perusahaan dan Pribadi Hubungi 0813-8228-9991.