Pengertian Dasar Rekonsiliasi Fiskal
Kamis, 12 Maret 2020
Edit
Rekonsiliasi Fiskal
Kemarin kita baru saja membahas tentang pengertian fiskal. Sekarang, kita membahas tentang rekonsiliasi fiskal. Kamu tahu apa itu rekonsiliasi Fiskal?
Setiap tahun ketika kita melakukan pelaporan pajak, laporan keuangan yang disusun oleh wajib pajak, baik pribadi atau pun badan usaha, harus disesuaikan dengan peraturan fiskal. Hal ini wajib dilakukan di kala laporan keuangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk membuat surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh). Inilah yang dinamakan: rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal.
Standar laporan keuangan perusahaan yang berlaku di Indonesia saat ini mengacu pada standar akuntansi keuangan (SAK), yang tidak selalu sesuai dengan ketentuan perpajakan yang belaku. Untuk menyelaraskan keduanya, adalah salah salah satu alasan mengapa diperlukannya proses rekonsiliasi fiskal, dan untuk menghitung pajak terutang.
Penyebab Terjadinya Koreksi pada Fiskal
Terjadinya koreksi atau rekonsiliasi fiskal tentu tidak tanpa penyebab. Pada dasarnya, perusahaan harus selalu membuat laporan keuangan bagi perusahaan secara berkala, yang mana sebuah laporan memiliki nilai penting untuk menentukan laba rugi dan penilaian kesehatan keuangan bisnis yang sedang dijalankan.
Dalam melakukan laporan keuangan tersebut tentu timbul koreksi atau rekonsiliasi yang perlu dilakukan. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Tentunya ini bisa berhubungan dengan fiskal dan draf yang harus sesuai dengan peraturan perpajakan.
1. Adanya Perbedaan Tentang Waktu
Dalam melakukan pencatatan keuangan sering terjadi adanya beda pada waktu dalam pemasukan penghasilan. Dalam catatan berbasis kas di periode catatan keuangan yang sudah lampau. Seperti catatan keuangan yang sudah lebih dari satu tahun. Penyebab yang terjadi dengan timbulnya beda waktu ini juga dikarenakan lambatnya penagihan piutang, terjadinya laba yang menyusut.
2. Munculnya Beda Tetap
Pada kemunculan beda tetap yaitu kondisi yang terjadi saat ditemukannya transaksi perusahaan dan transaksi tersebut merupakan standar wajib pajak bagi perusahaan. Misalnya saja terdapat sumbangan untuk perusahaan artinya hal tersebut merupakan penghasilan yang diperoleh.
Maka saat komponen tersebut masuk ke dalam draft laporan keuangan akan menimbulkan perbedaan pada pajak. Saat itulah dibutuhkan koreksi atau rekonsiliasi fiskal.
Adanya penyebab yang terjadi pada rekonsiliasi fiskal tentu menjadikan sebuah laporan keuangan perlu adanya koreksi menyeluruh. Oleh karena itu, dalam penyelesaian laporan keuangan perlu memahami jenis dari koreksi pada fiskal.
Konsep Dasar
Dari sisi konsep, Indonesia merupakan negara yang menganut sistem practically formal dependence antara standar akuntansi komersial dan standar akuntansi pajak. Artinya, tak ada perbedaan sistem, antara standar akuntansi perpajakan dan akuntansi komersial (Essers dan Russo, 2009).
Makanya, selama suatu transaksi atau peristiwa keuangan tidak diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan perpajakan, maka pembukuannya harus mengikuti akuntansi komersial atau SAK yang ada.
Walau demikian, dalam hal terdapat suatu peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang secara khusus mengatur tata cara pembukuan atas suatu transaksi atau peristiwa, maka tata caranya mengikuti standar akuntansi perpajakan.
Hal ini ditunjukkan melalui Penjelasan Pasal 28 Ayat (7) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang mengatur bahwa pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang sebagai berikut:
“....pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.”
Kita seringkali mendapati pemahaman yang keliru, bahwa wajib pajak harus melakukan dua laporan keuangan, yaitu laporan keuangan secara komersial dan laporan keuangan secara pajak.
Padahal, sesuai pasal di atas, dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya wajib pajak hanya perlu membuat satu laporan keuangan berdasarkan sistem komersial, namun khusus untuk penghitungan pajak terutang, diperlukan penyesuaian kembali berdasarkan laporan keuangan komersial yang telah dibuat.
Tahapan dalam Rekonsiliasi Fiskal
Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk melakukan rekonsiliasi fiskal di antaranya:
- Mengenal lebih dulu penyesuaian fiskal yang diperlukan.
- Menganalisa elemen penyesuaian untuk menentukan pengaruhnya terhadap laba usaha kena pajak.
- Mengoreksi fiskal dengan memantau angka koreksi fiskal negatif dan positif.
- Menyusun laporan keuangan secara fiskal sebagai lampiran SPT tahunan pajak penghasilan
Penghitungan Laba Komersial vs Fiskal
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan antara laba menurut komersial (atau akuntansi), dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan komersial dapat pula ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.
Dengan demikian, rekonsiliasi fiskal dapat diartikan sebagai usaha mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial, dengan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan UU perpajakan. Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos penghasilan dan pos-pos biaya laporan keuangan komersial, antara lain:
- Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh final;
- Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
- Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto;
- Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak; dan
- Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh fnal dan pendapatan yang dikenakan PPh non final.
Atas pos-pos penghasilan dan biaya di atas dilakukan rekonsiliasi fiskal yang pada umumnya mengacu pada Pasal 4 ayat (2), Pasal 4 ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh. Namun, terdapat pula ketentuan perpajakan lain (UU PPh dan aturan turunannya) yang dapat menjadi acuan dalam melakukan rekonsiliasi fiskal.*
FR Consultant Indonesia memiliki staf-staf terbaik untuk membantu Anda memonitor sistem keuangan perusahaan Anda. Kami adalah juga jasa konsultan keuangan untuk pengelola keuangan bisnis, yang juga konsultan manajemen keuangan, sekaligus jasa konsultan pajak. Kami juga menyediakan tenaga ahli untuk konsultasi manajemen bisnis. Anda bisa menghubungi kami, karena kami hadir untuk Anda.
FR Consultant Indonesia, Solusi Pembuatan Laporan Keuangan dan Laporan Pajak Perusahaan dan Pribadi Hubungi 0813-8228-9991.