Pemerintah Umumkan Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak COVID-19
Senin, 16 Maret 2020
Edit
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020
Pemerintah Umumkan Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak COVID-19
Jakarta, 13 Maret 2020
Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa Wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi pandemi. Artinya, wabah penyakit ini telah terjadi pada geografis yang luas atau menyebar secara global. Jumlah kasus di seluruh dunia mencapai angka 120.000 dan kematian telah melebihi 4.300. Kondisi tersebut mendesak pemerintah seluruh dunia untuk meningkatkan upaya pembatasan.
“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam. Untuk itu, Pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers tentang Stimulus Ekonomi Kedua Penanganan Dampak COVID-19, Jumat (13/2) di kantornya.
Isu-isu tersebut antara lain terkait dengan (1) ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan mempengaruhi stabilitas harga pangan; (2) pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata dan transportasi; (3) disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya; serta 4) kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.
Menko Airlangga menjelaskan, untuk menjaga agar sektor riil tetap bergerak serta menjaga daya beli masyarakat demi mendorong kinerja ekonomi domestik, Pemerintah kembali mengeluarkan stimulus ekonomi baik stimulus fiskal maupun non-fiskal.
Stimulus Fiskal dalam rangka Penanganan Dampak COVID-19
Pertama, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp200 juta pada sektor industri pengolahan (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah/KITE IKM). PPh DTP diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp8,60 triliun.
Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli.
Kedua, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor)
Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp8,15 triliun. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
Ketiga, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)
Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp4,2 triliun. Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor). Selain itu, dengan upaya mengubah negara tujuan ekspor, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor.
Keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya.
Stimulus Non-Fiskal dalam rangka Penanganan Dampak COVID-19
Guna melengkapi paket kebijakan stimulus fiskal yang telah disampaikan, Pemerintah juga telah menyiapkan paket kebijakan non-fiskal yang bertujuan untuk lebih memberikan dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor. Stimulus non-fiskal tersebut meliputi:
Pertama, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Dalam hal ini dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dukumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan Lartas ekspor sebanyak 749 kode HS yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk produk industri kehutanan.
Kedua, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas impor khususnya bahan baku yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen dan pada tahap awal akan diterapkan pada produk Besi Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang selanjutnya akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur. Terkait dengan duplikasi peraturan impor, Pemerintah juga akan melakukan penyederhanaan terutama pada komoditi: Hortikultura, Hewan dan Produk Hewan, serta Obat, Bahan Obat dan Makanan.
Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Pada prinsipnya, perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor yakni: penerapan auto response dan auto approval untuk proses Lartas baik ekspor maupun impor serta penghapusan Laporan Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Hingga saat ini sudah ada 735 reputable traders yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan.
Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antar Instansi Pemerintah dan Swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus informasi dan dokumen dalam kegiatan ekspor/impor di pelabuhan dan kegiatan perdagangan/distribusi barang dalam negeri melalui sharing data, simplikasi proses bisnis, dan penghapusan repetisi, serta duplikasi. Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lainnya. Diharapkan dengan kehadiran NLE tersebut, dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah (G2G2B) dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi (B2B).
Stimulus Sektor Keuangan Dalam Rangka Penanganan Dampak COVID-19
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui Peraturan OJK (POJK) tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19, yang berisi:
Kebijakan Pangan terkait Penanganan Dampak COVID-19
Pemerintah tetap menjamin ketersediaan pasokan pangan utama dan strategis bagi penduduk dengan harga terjangkau. Pangan utama dan strategis yang dimaksud adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng.
Dalam rentang waktu 6 bulan ke depan (Maret s.d Agustus 2020), termasuk menghadapi Ramadan dan Idulfitri, proyeksi ketersediaan 11 komoditas strategis dipastikan aman. Sebagian besar pemenuhan pangan tersebut dipasok dari produksi dalam negeri, hanya komoditas bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula pasir yang pemenuhannya sebagian masih melalui impor.
Bagi beberapa komoditas yang pemenuhannya masih melalui impor terdampak COVID-19 secara global, langkah antisipasi yang dilakukan adalah dengan mempercepat proses penerbitan rekomendasi impor. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2020, Kementerian Pertanian telah menerbitkan 37 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), salah satunya adalah rekomendasi impor bawang putih sebanyak 196,5 ribu ton, di mana sebanyak 34,8 ribu ton sudah terbit izin impornya dari Kementerian Perdagangan. Pemerintah juga terus mencarikan negara produsen bawang putih selain Tiongkok, di antaranya adalah India, Mesir, Bangladesh, dan beberapa negara lain.
Hadir dalam konferensi pers ini antara lain Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, dan Direktur Kepesertaan BP Jamsostek Ilyas Lubis. (idc/iqb)
***
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Susiwijono
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020
Pemerintah Umumkan Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak COVID-19
Jakarta, 13 Maret 2020
Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa Wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi pandemi. Artinya, wabah penyakit ini telah terjadi pada geografis yang luas atau menyebar secara global. Jumlah kasus di seluruh dunia mencapai angka 120.000 dan kematian telah melebihi 4.300. Kondisi tersebut mendesak pemerintah seluruh dunia untuk meningkatkan upaya pembatasan.
“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam. Untuk itu, Pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers tentang Stimulus Ekonomi Kedua Penanganan Dampak COVID-19, Jumat (13/2) di kantornya.
Isu-isu tersebut antara lain terkait dengan (1) ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan mempengaruhi stabilitas harga pangan; (2) pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata dan transportasi; (3) disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya; serta 4) kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.
Menko Airlangga menjelaskan, untuk menjaga agar sektor riil tetap bergerak serta menjaga daya beli masyarakat demi mendorong kinerja ekonomi domestik, Pemerintah kembali mengeluarkan stimulus ekonomi baik stimulus fiskal maupun non-fiskal.
Stimulus Fiskal dalam rangka Penanganan Dampak COVID-19
Pertama, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp200 juta pada sektor industri pengolahan (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah/KITE IKM). PPh DTP diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp8,60 triliun.
Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli.
Kedua, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor)
Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp8,15 triliun. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
Ketiga, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)
Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp4,2 triliun. Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor). Selain itu, dengan upaya mengubah negara tujuan ekspor, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor.
Keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya.
Stimulus Non-Fiskal dalam rangka Penanganan Dampak COVID-19
Guna melengkapi paket kebijakan stimulus fiskal yang telah disampaikan, Pemerintah juga telah menyiapkan paket kebijakan non-fiskal yang bertujuan untuk lebih memberikan dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor. Stimulus non-fiskal tersebut meliputi:
Pertama, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Dalam hal ini dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dukumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan Lartas ekspor sebanyak 749 kode HS yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk produk industri kehutanan.
Kedua, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas impor khususnya bahan baku yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen dan pada tahap awal akan diterapkan pada produk Besi Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang selanjutnya akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur. Terkait dengan duplikasi peraturan impor, Pemerintah juga akan melakukan penyederhanaan terutama pada komoditi: Hortikultura, Hewan dan Produk Hewan, serta Obat, Bahan Obat dan Makanan.
Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Pada prinsipnya, perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor yakni: penerapan auto response dan auto approval untuk proses Lartas baik ekspor maupun impor serta penghapusan Laporan Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Hingga saat ini sudah ada 735 reputable traders yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan.
Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antar Instansi Pemerintah dan Swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus informasi dan dokumen dalam kegiatan ekspor/impor di pelabuhan dan kegiatan perdagangan/distribusi barang dalam negeri melalui sharing data, simplikasi proses bisnis, dan penghapusan repetisi, serta duplikasi. Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lainnya. Diharapkan dengan kehadiran NLE tersebut, dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah (G2G2B) dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi (B2B).
Stimulus Sektor Keuangan Dalam Rangka Penanganan Dampak COVID-19
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui Peraturan OJK (POJK) tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19, yang berisi:
- Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk dalam hal ini adalah debitur UMKM.
- Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari:
- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan
- Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas kredit/pembiayaan yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.
- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain berdasarkan ketepatan membayar pokok dan/atau bunga; dan
- Melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan UMKM tersebut, dengan kualitas yang dapat langsung menjadi Lancar setelah dilakukan restrukturisasi kredit
- BP Jamsostek mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan relaksasi keuangan bagi dunia usaha.
- Pemberian stimulus akan dilakukan pembahasan lebih lanjut, yang formulasinya tidak mempengaruhi manfaat kepada peserta dan tidak mengganggu ketahanan dana program jaminan sosial.
- Agar pemberian stimulus ini tidak mengganggu operasional dan pelayanan BP Jamsostek peserta, perlu juga dilakukan penyesuaian terhadap regulasi yang mengatur Rencana Kerja dan Anggaran BP Jamsostek.
- Pemberian stimulus ini perlu diatur dalam ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pangan terkait Penanganan Dampak COVID-19
Pemerintah tetap menjamin ketersediaan pasokan pangan utama dan strategis bagi penduduk dengan harga terjangkau. Pangan utama dan strategis yang dimaksud adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng.
Dalam rentang waktu 6 bulan ke depan (Maret s.d Agustus 2020), termasuk menghadapi Ramadan dan Idulfitri, proyeksi ketersediaan 11 komoditas strategis dipastikan aman. Sebagian besar pemenuhan pangan tersebut dipasok dari produksi dalam negeri, hanya komoditas bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula pasir yang pemenuhannya sebagian masih melalui impor.
Bagi beberapa komoditas yang pemenuhannya masih melalui impor terdampak COVID-19 secara global, langkah antisipasi yang dilakukan adalah dengan mempercepat proses penerbitan rekomendasi impor. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2020, Kementerian Pertanian telah menerbitkan 37 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), salah satunya adalah rekomendasi impor bawang putih sebanyak 196,5 ribu ton, di mana sebanyak 34,8 ribu ton sudah terbit izin impornya dari Kementerian Perdagangan. Pemerintah juga terus mencarikan negara produsen bawang putih selain Tiongkok, di antaranya adalah India, Mesir, Bangladesh, dan beberapa negara lain.
Hadir dalam konferensi pers ini antara lain Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, dan Direktur Kepesertaan BP Jamsostek Ilyas Lubis. (idc/iqb)
***
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Susiwijono
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian